Bahasa dan Sastra Arab

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Saturday, 6 January 2018

Si Rama-Rama (1)


Rama Saputra

Tuhan menciptakan makhuknya dengan berjuta misteri. Seperti misteri-Nya dalam penciptaan ulat dan rasa cinta. Misteri cinta yang gue alamin bagaikan metamorfosis ulat menjadi Rama-rama. Penuh dengan susah payah, terus terhina, namun selalu sabar untuk mencapai sebuah keindahan. Inilah cerita hidup gue, tepatnya cerita cinta gue. Catatan Abg gaul khas anak remaja, Rama Saputra.

            Sebelum cerita ini berlanjut ke kehidupan gue, gue mau ngejelasin rasa bangga atas nama yang udah tercantum di akte kelahiran dan beberapa ijazah. Nama yang udah susah payah bokap nyokap kasih ke gue. Nama yang selalu bikin gue bangga dan selalu bikin cewek-cewek yang gue deketin kabur, bahkan lari terbirit-birit, hehe. Rama Saputra! Kalau diliat dari segi tradisi Jawa, Rama itu berarti Bapak. Why this happened? Because gue ngerasa kalau di umur yang labil saat masa remaja seperti ini, terkadang gue merasa berubah menjadi manusia dewasa (atau orang yang sok dewasa, hehe). Ya pokoknya seperti Bapak – bapak   gitu deh yang sok bisa mengambil keputusan, walaupun umur gue masih tergolong muda. Sweet seventeen.

Itu rama dari segi budaya jawa. Kalau diliat dari kata Rama yang diulang dua kali, maka nama gue itu jadi Rama-rama. Dalam bahasa melayu, Rama-rama berarti kupu-kupu. Dari hewan unik, imut dan lucu inilah gue mendapatkan berjuta filosofi hidup. Kupu-kupu atau Rama-rama itu berasal dari hewan kecil yang sangat menjijikan bahkan sangat ditakuti oleh sebagian orang, namun karena si Rama-rama itu mau berusaha untuk bermetamorfosis maka jadilah dia hewan yang indah. Intinya si Rama-rama ini memberikan gue motivasi, untuk berjuang melawan kehidupan. Karena kehidupan itu penuh dengan susah payah, seperti ulat yang berjuang  untuk berubah menjadi indah. Sama halnya dengan kisah cinta gue yang sangat menjijikan, berantakan, kalau perlu jangan di tiru deh. Pokonya banyak kesusah payahan, sama kayak si Rama-rama. Namun gue yakin pada akhirnya kisah cinta gue akan menjadi indah seperti sayapnya si Rama-rama, entah kapan. Yang jelas filosofi Rama-rama ini akan gue pegang teguh. Seperti ulat yang berubah menjadi indah.

Cerita cinta ini berawal saat gue memasuki fase kegilaan dalam sejarah perkembangan hidup manusia. Fase dimana semuanya terasa manis, bahkan kopi hitam tanpa gulapun begitu manis jika diminum pada fase ini. Pubertas. Saat itu gue suka sama seorang cewek yang menurut gue bidadari banget. Cewek cantik berdarah melayu dan dia memilih tinggal di tanah Batam bersama kedua orang tuanya. Mellisa Fitri Maharani.

Gue kenal Fitri dari kelas tujuh, cuma sebatas kenal. Ga lebih! Bahkan saling bertegur sapa pun enggak ! gue jadi ragu kalau Fitri memang ga kenal gue, atau mungkin gue gak pernah tersimpan di memori pertemannannya. Semakin gue mau ngedeketin dia, semakin banyak peluang untuk menjauh dari dia. Gue minder, soalnya Fitri udah jadi ketua OSIS. Yang ada dalam pikiran gue, mana mau sih dia yang udah jadi siswa nomor satu se-SMP, pacaran sama cowok yang gak tau urutan keberapa tingkat ketenarannya di mata semua siswa. Yang jelas selama setahun gue memendam perasaan yang udah bikin gue kerdil banget ini.

Menginjak kelas delapan, keberuntungan sedang berpihak pada kehidupan gue. Hmmm kayaknya si ulat lagi dapet makanan banyak nih, hehe. Do you know guys? Gue sekelas sama Fitri! Ngerti gak lo, nih gue ejain. G-u-e-s-e-k-e-l-a-s-s-a-m-a FITRI huh yes! Gila gue seneng banget. Andai gue punya sayap (bidadari dong?!), gue bakal terbang ngelampiasin rasa seneng gue, terus gue bisikin tuh para bintang biar berjatuhan, kan so sweat haha. Atau kalau perlu, gue loncat deh dari atas Monas (Hhhmmm gak jadi deh, gue takut mati, gubrak!). Sebagai  pelampiasan rasa seneng gue ya boleh di bilang syukuran lah. Selama seminggu gue traktir cacing cacing di perut gue dengan  sate padang paling enak se-kota Batam, hmm walaupun seminggu setelahnya gue harus puasa, soalnya uang jajan bulanan gue habis buat beli sate padang.

Semakin hari rasa suka gue semakin meroket. Dan pada akhirnya gue tetep gak berani ngungkapin rasa suka gue! Seperti ulat yang gak berani naik ke puncak pohon karena takut di mangsa oleh burung. Walaupun gue gak berani dan gue pun tau kalau memendam rasa itu gak enak, tapi lebih ga enak lagi dan lebih menakutkan lagi kalau pada akhirnya cinta gue di tolak sama Fitri!

Menurut kabar burung, doi tau kalau gue diem-diem suka sama dia. Bukan seneng malah ini jadi bumerang buat gue. Semakin gue deketin dia, semakin menjauhlah dia seperti kutub utara dan kutub selatan, haha bahasa gue puitis banget. Semenjak itu dia pura pura pacaran sama temen gue, ya walaupun bukan golongan temen deket gue tapi tetep aja dia kenal gue dan gue kenal dia dan kita teman, teman sekelas! Parah gak?! (euh gue cincang nih yang nganggep ini biasa aja, huft) kalau sekedar untuk menghindar dari gue ya jangan kaya gini juga kali Fit! heuh emosi gue! Huh huh sabar Rama sabar (gue ngelus dada). Saat itulah hati gue remuk berkeping keping, kalau bisa tolong cariin kepingan terakhir. Gue kurang apa sih soal kegantengan sebelas dua belas sih apalagi?! Dia bukan anak presiden, gue juga bukan.

Walaupun ulat terluka gue tetep berusaha!

Menginjak kelas sembilan, gue makin deket sama Fitri (karena gue sekelas lagi dan bangku kita semakin deket). Pernah suatu ketika gue sama temen temen kerja kelompok bareng fitri.  Karena tugas kabanyakan dan diakhiri dengan acara makan makan, alhasil kita kemaleman. Untungnya bokap Fitri yang berhati malaikat bersedia nganterin kita semua. Karena rumah gue paling jauh dari rumah Fitri, akhirnya gue dianter paling terakhir. Gue masih inget hari itu hari Sabtu, tepat pada malam Minggu dengan pemandangan kota Batam yang mengagumkan bersama Fitri sang pujaan hati.

Memecah keheningan saat itu, bokapnya Fitri nanya gue tentang cita-cita gue. Skak mat! Gue belum mikirin masa depan terlalu jauh.
“Cita-cita nak Rama itu apa?”tanya Bokapnya.
“Mmm...anu..mmhh.. ehh.. hhh.. he be.. bel. Belum kepikiran pak, hehe…”
Looohh..ko belum kepikiran?”
“Masih bingung Pak,” jawab gue sekenanya.
“Cepat di pikirkan nak Rama!”
“I..iya Pak. ”
“Kalau putri bapak ini katanya mau kuliah di ITB,” tutur Bokapnya sambil menegok kearah putri kesayangannya.
“Iihh ayah gak usah buka aib orang dong,” akhirnya Fitri menganggakat suara. Gue liat dia dari kaca spion dengan raut wajah cemberut yang memerah.

Hanya malam itu  dan gue gak pernah ngerasain hal yang indah dengan Fitri lagi. The frist and the last for me. Dan  tetep aja gue gak pernah berani untuk ngomong kalau gue suka sama dia, sampai kita lulus dan perasaan ini terus mengambang.

Terkadang Rama-rama berani untuk mengepakkan sayapnya lebih jauh lagi. Untuk sekedar mencari kemanisan dan bunga-bunga yang lebih indah dari pada sebelumnya. Maka, sebelum lulus gue mencoba untuk lebih berani lagi mencari kemanisan kemanisan dari Fitri.

Selama Tiga bulan gue nyisihin uang jajan gue  untuk beli seseuatu kenang-kenangan buat Fitri. Tepat di acara perpisahan SMP gue ngasih barang itu ke doi. Sebuah sweeter dan kerudung berwarna ungu. Sekaligus tanda perpisahan gue sama Fitri, soalnya gue mau merantau lagi.

“Hati-hati ya Ram, semoga sukses. Fitri juga nanti bakalan nyusul Rama ke Bandung, makasih kerudung sama sweternya ya,” dia menerima pemberian gue dengan senyumannya yang khas dan sangat gue kagumi.
“Sama-sama Fit, berjuang untuk ITB ya.”
           Gue bangga walaupun gue gak bisa jadian sama Fitri. Setidaknya usaha gue untuk nabung uang selama tiga bulan gak sia-sia. Kedua barang pemberian gue itu akan jadi saksi bisu kalau gue pernah suka sama dia.
              
             Seperti yang udah gue katakan sebelumnya, bahwa Tuhan menciptakan makhlukNya dengan berjuta misteri. Senyuman gue terus mengembang, paling tidak gue udah pernah merasakan sedikit misteri Tuhan itu. Seperti misteri Rama-rama dan kisah cinta gue ke Fitri yang takan pernah terunggkap. Atau mungkin suatu saat nanti gue berani untuk ngungkapin, entah kapan gue juga gak tau.

Bersambung.....

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot