Rama Saputra
Tuhan
menciptakan makhuknya dengan berjuta misteri. Seperti misteri-Nya
dalam penciptaan ulat dan rasa cinta. Misteri cinta yang gue alamin bagaikan
metamorfosis ulat menjadi Rama-rama. Penuh dengan
susah payah, terus terhina, namun selalu sabar untuk mencapai sebuah keindahan. Inilah
cerita hidup gue, tepatnya cerita cinta gue. Catatan Abg gaul khas anak remaja,
Rama Saputra.
Sebelum cerita ini berlanjut ke
kehidupan gue, gue mau ngejelasin rasa bangga atas nama yang udah tercantum di akte
kelahiran dan beberapa ijazah. Nama yang udah
susah
payah bokap nyokap kasih ke gue. Nama yang selalu bikin gue bangga dan selalu
bikin cewek-cewek yang gue deketin kabur, bahkan lari terbirit-birit, hehe. Rama Saputra! Kalau diliat
dari segi tradisi Jawa, Rama
itu berarti Bapak.
Why this happened? Because gue ngerasa kalau di umur
yang labil saat masa remaja seperti ini, terkadang
gue merasa berubah menjadi manusia dewasa (atau orang yang sok
dewasa, hehe).
Ya pokoknya
seperti Bapak – bapak
gitu deh yang sok
bisa mengambil keputusan, walaupun umur gue masih tergolong muda. Sweet
seventeen.
Itu rama dari
segi budaya jawa. Kalau diliat dari kata Rama yang diulang dua kali, maka nama
gue itu jadi Rama-rama.
Dalam bahasa melayu, Rama-rama berarti kupu-kupu. Dari hewan unik, imut dan
lucu inilah gue mendapatkan berjuta filosofi hidup. Kupu-kupu atau Rama-rama itu
berasal dari hewan kecil yang sangat menjijikan bahkan sangat ditakuti oleh
sebagian orang, namun karena si Rama-rama itu mau berusaha untuk bermetamorfosis
maka jadilah dia hewan yang indah. Intinya si Rama-rama
ini memberikan gue motivasi, untuk berjuang melawan kehidupan. Karena kehidupan
itu penuh dengan susah payah, seperti ulat yang berjuang untuk berubah menjadi indah. Sama halnya
dengan kisah cinta gue yang sangat menjijikan, berantakan, kalau perlu jangan
di tiru deh. Pokonya banyak kesusah payahan, sama kayak
si Rama-rama. Namun gue yakin pada akhirnya kisah cinta gue akan menjadi indah
seperti sayapnya si Rama-rama, entah kapan. Yang jelas filosofi Rama-rama ini
akan gue pegang teguh. Seperti ulat yang berubah menjadi indah.
Cerita cinta ini
berawal saat gue memasuki fase kegilaan dalam sejarah perkembangan hidup
manusia. Fase dimana semuanya terasa manis, bahkan kopi hitam tanpa gulapun
begitu manis jika diminum pada fase ini. Pubertas. Saat itu gue suka sama
seorang cewek yang menurut gue bidadari banget. Cewek cantik berdarah melayu dan dia memilih tinggal di tanah Batam
bersama kedua orang tuanya. Mellisa Fitri Maharani.
Gue kenal Fitri
dari kelas tujuh, cuma sebatas kenal. Ga lebih! Bahkan saling bertegur sapa pun
enggak
! gue jadi ragu kalau Fitri memang ga kenal
gue, atau mungkin gue gak pernah
tersimpan di memori pertemannannya. Semakin gue mau ngedeketin dia, semakin
banyak peluang untuk menjauh dari dia. Gue minder, soalnya Fitri udah jadi
ketua OSIS. Yang ada dalam pikiran gue,
mana mau sih dia yang udah jadi siswa nomor
satu se-SMP,
pacaran sama cowok yang gak tau urutan
keberapa tingkat ketenarannya di mata semua siswa. Yang jelas selama setahun
gue memendam
perasaan yang udah bikin gue kerdil banget ini.
Menginjak kelas
delapan, keberuntungan sedang berpihak pada kehidupan gue. Hmmm kayaknya
si ulat lagi dapet makanan banyak nih, hehe. Do you
know guys? Gue sekelas sama Fitri! Ngerti gak
lo, nih gue ejain. G-u-e-s-e-k-e-l-a-s-s-a-m-a FITRI huh yes! Gila gue seneng
banget. Andai gue punya sayap (bidadari dong?!), gue bakal terbang ngelampiasin
rasa seneng gue,
terus gue bisikin tuh para bintang biar berjatuhan, kan so sweat haha.
Atau kalau perlu, gue loncat deh dari atas Monas (Hhhmmm gak
jadi deh, gue takut mati, gubrak!). Sebagai
pelampiasan rasa seneng gue ya boleh di bilang syukuran lah. Selama seminggu
gue traktir
cacing cacing di perut gue dengan sate
padang paling enak se-kota Batam,
hmm walaupun seminggu setelahnya gue harus puasa, soalnya uang jajan bulanan
gue habis buat beli sate padang.
Semakin hari
rasa suka gue semakin meroket. Dan pada akhirnya gue tetep gak
berani ngungkapin rasa suka gue! Seperti ulat yang gak
berani naik ke puncak pohon karena takut di mangsa oleh burung. Walaupun gue gak
berani dan gue
pun tau kalau memendam rasa itu gak enak, tapi
lebih ga enak lagi dan lebih menakutkan lagi kalau pada akhirnya cinta gue di tolak
sama Fitri!
Menurut kabar
burung,
doi tau kalau gue diem-diem suka sama dia. Bukan seneng
malah ini jadi bumerang buat gue. Semakin gue deketin dia,
semakin menjauhlah dia seperti kutub utara dan
kutub selatan, haha bahasa gue puitis banget. Semenjak itu dia pura pura
pacaran sama temen gue, ya walaupun bukan golongan temen deket gue tapi tetep
aja dia kenal gue dan gue kenal dia dan kita teman, teman sekelas! Parah gak?!
(euh gue cincang nih yang nganggep ini biasa aja, huft) kalau sekedar untuk
menghindar dari gue ya jangan kaya gini juga kali Fit! heuh emosi gue!
Huh huh sabar Rama
sabar (gue ngelus dada). Saat itulah hati gue remuk berkeping keping, kalau
bisa tolong cariin kepingan terakhir. Gue kurang apa sih soal kegantengan
sebelas dua belas sih apalagi?! Dia bukan anak presiden, gue juga bukan.
Walaupun ulat terluka gue tetep berusaha!
Menginjak kelas
sembilan, gue makin deket sama Fitri (karena
gue sekelas lagi dan bangku kita semakin deket).
Pernah suatu ketika gue sama temen temen kerja kelompok bareng fitri. Karena tugas kabanyakan dan diakhiri dengan acara makan makan, alhasil kita kemaleman.
Untungnya bokap Fitri yang berhati malaikat bersedia nganterin kita semua. Karena
rumah gue paling jauh dari rumah Fitri, akhirnya
gue dianter paling terakhir. Gue masih inget hari itu hari Sabtu,
tepat pada malam Minggu
dengan pemandangan kota Batam yang mengagumkan bersama Fitri sang pujaan hati.
Memecah keheningan saat itu, bokapnya Fitri nanya gue tentang cita-cita gue. Skak mat! Gue belum mikirin masa depan terlalu jauh.
“Cita-cita nak
Rama itu apa?”tanya Bokapnya.
“Mmm...anu..mmhh..
ehh.. hhh.. he be.. bel. Belum kepikiran pak, hehe…”
“Looohh..ko
belum kepikiran?”
“Masih bingung
Pak,” jawab gue sekenanya.
“Cepat di
pikirkan nak Rama!”
“I..iya Pak. ”
“Kalau putri
bapak ini katanya mau kuliah di ITB,” tutur Bokapnya sambil menegok kearah
putri kesayangannya.
“Iihh ayah gak usah buka aib
orang dong,” akhirnya Fitri menganggakat suara. Gue liat dia dari kaca spion
dengan raut wajah cemberut yang memerah.
Hanya malam itu dan gue gak pernah ngerasain hal yang indah dengan Fitri lagi. The frist and the last for me. Dan tetep aja gue gak pernah berani untuk ngomong kalau gue suka sama dia, sampai kita lulus dan perasaan ini terus mengambang.
Terkadang Rama-rama berani untuk mengepakkan sayapnya lebih jauh lagi. Untuk sekedar mencari kemanisan dan bunga-bunga yang lebih indah dari pada sebelumnya. Maka, sebelum lulus gue mencoba untuk lebih berani lagi mencari kemanisan kemanisan dari Fitri.
Selama Tiga bulan gue nyisihin uang jajan gue untuk beli seseuatu kenang-kenangan buat Fitri. Tepat di acara perpisahan SMP gue ngasih barang itu ke doi. Sebuah sweeter dan kerudung berwarna ungu. Sekaligus tanda perpisahan gue sama Fitri, soalnya gue mau merantau lagi.
“Hati-hati ya Ram, semoga sukses. Fitri juga nanti bakalan nyusul Rama ke Bandung, makasih kerudung sama sweternya ya,” dia menerima pemberian gue dengan senyumannya yang khas dan sangat gue kagumi.
“Sama-sama Fit, berjuang
untuk ITB ya.”
Gue bangga walaupun gue gak
bisa jadian sama Fitri. Setidaknya usaha gue untuk nabung uang selama tiga
bulan gak
sia-sia. Kedua barang pemberian gue itu akan jadi saksi bisu kalau gue pernah
suka sama dia.
Seperti yang udah gue katakan sebelumnya, bahwa Tuhan menciptakan makhlukNya dengan berjuta misteri. Senyuman gue terus mengembang, paling tidak gue udah pernah merasakan sedikit misteri Tuhan itu. Seperti misteri Rama-rama dan kisah cinta gue ke Fitri yang takan pernah terunggkap. Atau mungkin suatu saat nanti gue berani untuk ngungkapin, entah kapan gue juga gak tau.
Bersambung.....
No comments:
Post a Comment