Brigadir Jenderal Namiq menunjuk ke arah kotak kaca kecil di ujung
ruangan: “Ini adalah kotak dari mushaf mulia yang dicuri.”
Arif: “Dimana lampu, zamrud dan jam.”
Brigadir Jenderal: “Disimpan di dalam lemari museum.”
Tiga petualang menghadap kearah kotak kaca, Aliyah terpengaruh oleh
bau lubang ketika mendekatinya yang berasal dari kotak dan kepalanya condong di
atasnya.
Brigadir Jenderal Namiq (tersenyum): “Kamu adalah pemudi cerdas, kamu terpengaruh oleh bau lubang dan mendekati kotak lebih banyak mencoba untuk mengetahui kebenarannya.”
Brigadir Jenderal Namiq (tersenyum): “Kamu adalah pemudi cerdas, kamu terpengaruh oleh bau lubang dan mendekati kotak lebih banyak mencoba untuk mengetahui kebenarannya.”
Amir tertawa: “Kakakku Aliyah kuat dalam hal berkomentar.”
Arif: Dia adalah ibu ide, dan beberapa dari teka-teki yang sulit
dia mempunyai kelebihan dalam mengatasi hal itu.”
Wajah Aliyah memerah malu: “Bau lubang ini ada hubungannya dengan
dibukanya penutup kotak.”
Amir: “Tunjukkanlah pada kami tempat terbuka di kota kaca yang
telah dikikis.”
Brigadir Jenderal Namiq: “Sang pencuri menuangkan cairan cuka kuat
diatas pengunci pintu yang terbuat dari kuningan setelah itu mereka
meleburkannya.”
Arif (melengkapi): “Kemungkinan setelah itu diangkat penutup kotak
dan mencuri mushaf.”
Aliyah: “Dimana penjaga saat pencuri menuangkan cairan cuka dan melihatnya sampai membenarkan
perbuatannya dan mencuri mushaf ?”
Arif: “penjaga yang menjadi pencurinya.”
Brigadir Jenderal Namiq: “Pencuri itu berada tepat di tengah-
tengah kunjungan orang-orang asing besar untuk ke museum. Aku dan orang-orangku
sibuk mengatur lalu lalang para pengunjung yakni para pembesar dan menjaganya
dari desak-desakan dengan membaginya menjadi dua saat pengenalan museum.”
Brigadir terdiam sejenak kemudian berteriak kecil, dia memukul
keningnya dengan telapak tangan: “Hisymat Agha!”
Amir: “Apa hubungannya?”
Brigadir Jenderal Namiq menjawab dengan suara bisik-bisik sengau: “Aku
melihatnya sebelum hari kejadian pencurian di museum, dengan temannya dua orang
asing. Salah satunya besar sama seperti orang asing kebanyakan dan banyak yang
menghadiri orang- orang yang tahu dan faham dengan seni yang memperhatikan
beritanya dapat dihitung.”
Aliyah: “Siapa pemilik mushaf mulia yang telah dicuri?”
Brigadir Jenderal Namiq: “Pemiliknya Sultan yang bertaqwa dan adil.
Brigadir terdiam kemudian bersorak:” Ah! di sana ada yang aneh!”
Amir (menyahut dengan penuh tanya): “Dan apa yang aneh ?”
Brigadir Jenderal Namiq:” Harta karun! harta karun sultan.”
Arif: “Apa hubungannya?”
Brigadir Jenderal Namiq: “Disembunyikan tidak ada satupun yang tau
tempatnya setelah wafatnya Sultan.”
Amir: “Ini teka-teki besar dan berharga.”
Brigadir Jenderal Namiq menunjuk ke arah kedai kayu kecil yang
terletak di tengah-tengah taman bunga yang di sebelah timurnya terdapat jendela
kantor: “Bahwasannya Sultan ini, seperti yang aku dengar dari direktur museum,
menghabiskan waktu kosongnya dengan beribadah dan membaca Al-Quranul Karim di
kedai kayu ini.”
Arif: “ Sultan membaca dari mushaf
yang telah dicuri oleh pencuri.”
Brigadir Jenderal Namiq: “Hal ini benar dan dia sangat menjaganya
dan pernah meninggalkannya di suatu tempat.”
Aliyah: “Apakah mushaf yang mulia ini di telah ada sejak dulu ?”
Brigadir Jenderal Namiq: “Tidak, tetapi aku mendengar bahwa setelah
kejadian pencurian, sebagian halaman-halamannya, ilustrasinya dan lembaran
tidak memiliki arti lagi.”
Amir: “Teka-teki ini adalah yang terbesar.”
Aliyah: “Bisa jadi, menjadi kunci dari segala teka-teki.”
Arif: “Dan bisa jadi menjadi sebab yang mengundang kepada pencurian
mushaf yang mulia.”
Brigadir Jenderal Namiq: “Ini adalah kemungkinan yang pantas, dan
mungkin akan menaikkan kolega dari orang-orang yang mencari kejahata yang
tertera di pengumuman top.”
Aliyah (bersemangat): “Penguasa akan terguncang dengan perjuangan
sederhana kami untuk mengangkat tentang kebenaran kejadian yang sensasional
ini.”
Brigadir Jenderal Namiq berjabat tangan dengan tiga petualang dan
Ibrahim, seraya berucap: “Selamat datang untuk kalian, besok pagi aku akan
menunjukkan kepada kalian dengan izin Allah, hal-hal yang berkaitan dengan itu
dengan kelebihan apa yang kalian utarakan dari maklumat yang penting, dan bertukar
pandangan dan musyawarah.”
Di rumah, bibinya Ibrahim berkata telah menyiapkan jamuan makan
khas Turki yang terkenal untuk mereka.
Amir bertanya: “Jamuan makan terkenal apa wahai bibiku yang tercinta.”
Amir bertanya: “Jamuan makan terkenal apa wahai bibiku yang tercinta.”
Si bibi mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, dia berkata dengan nada
orang berpidato: “Imam bayuldi,” sembari melihat dengan penuh tanya ke
arah Amir. Doktor Izat tertawa: “Nama jamuan makannya imam, kamu akan
pingsan jika kelebihan menikamati jamuan makan sis.”
Amir berpaling ke arah Ibrahim dan bertanya: “Dan jamuan makan apa
itu?”
Ibrahim:” Jamuan makan itu dengan jintan hitam, cabe hijau, tomat,
bawang merah, dan bawang putih semuanya di masak dengan zaitun di dalam minyak
zaitun.”
Amir: “Pasti ada daging.”
Ibrahim: “Tidak, tanpa daging.”
Amir: “Ini adalah imam nabati tidak makan daging dan aku
adalah pemuja daging gemuk.”
Bibi penyaji berkata dengan penuh kegembiraan: “Aku juga menyiapkan
yalanci dolma salah satu makanan khas turki yang paling dicintai.”
Amir: “Namanya terdengar lezat, sembari berpaling ke arah Ibrahim
dengan penuh tanya. Ibrahim menjawab sambil tertawa: “itu minsyah dengan
cabe hijau.”
Amir (bertanya sekali lagi): “Dengan daging pastinya?”
Doktor Izat menjawab dengan tegas: “Tidak, tapi dengan nasi.”
Ibrahim: “Yalanci artinya yang palsu.”
Amir (memperjelas dengan pengingkaran): “Ini adalah zalim besar.”
Si bibi (tertawa terkekeh): “Aku juga menyiapkan ayam panggang yang
gemuk.”
Amir: “Ini baru makanan lezat kesukaan yang terkenal,” dia berkata
sembari tertawa.
Tiga petualang telah menghabiskan berbagai macam makanan yang
dihidangkan di atas meja setelah itu mereka makan lagi ayam panggang dan
mendengarkan bibi baik telah hilang wujudnya melanjutkan pekerjaannya di dapur.
Amir: “Kemungkinan pindah proyeknya kemana perginya?”
Aliyah: “Apakah di sana ada peluang sebagai pilihan lain?”
Amir: “Ke mana?”
Aliyah (menjawabnya dengan tenang): “Satu peluang yaitu Hisymat
Agha.”
Ibrahim: “Peluangnya ada di pusat perbelanjaan Qabli Bazar atau pasar
atap namanya.”
Amir berpartipasi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apa
pandangan kalian?”
No comments:
Post a Comment